Tata cara
shalat tahajud dapat disimpulkan secara ringkas sebagai berikut:
- Waktu pelaksanaannya adalah setelah shalat isya sampai sebelum waktu shubuh. (Berdasarkan HR. al-Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah). Tetapi yang paling baik adalah pada sepertiga akhir malam (Berdasarkan HR. Ahmad, Muslim, Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Jabir).
- Shalat tahajud boleh dikerjakan secara berjamaah (berdasarkan HR. Muslim dari Ibnu ‘Abbas), dan boleh juga dilakukan sendirian.
- Diawali dengan shalat iftitah dua rakaat. (Berdasarkan HR. Muslim, Ahmad dan Abu Daud dari Abu Hurairah). Adapun cara melaksanakan shalat iftitah adalah sebagai berikut:
سُبْحَانَ
اللهِ ذِي الْمَلَكُوْتِ وَالْجَبَرُوْتِ وَالْكِبْرِيَاءِ وَالْعَظَمَةِ
“Subhaanallaahi
dzil-malakuuti wal-jabaruuti wal-kibriyaa’i wal ‘adzamah”. Artinya: “Maha suci Allah, Dzat
yang memiliki kerajaan, kekuasaan, kebesaran, dan keagungan.”
- Hanya membaca surat al-Fatihah (tidak membaca surat lain) pada tiap rakaat. (Berdasarkan HR. Abu Daud dari Kuraib dari Ibnu ‘Abbas). Adapun bacaan lainnya seperti; bacaan ruku’, i’tidal, sujud dan lainnya sama seperti shalat biasa.
- Shalat iftitah boleh dilakukan secara berjamaah maupun sendiri-sendiri. (Berdasarkan HR ath-Thabrani dari Hudzaifah bin Yaman)
- Setelah itu, melaksanakan shalat sebelas rakaat. Beberapa hadis Nabi Muhammad saw menjelaskan bahwa shalat tahajud bisa dilaksanakan dengan berbagai cara, di antaranya adalah:
- Melaksanakan empat rakaat + empat rakaat + tiga rakaat (4 + 4 + 3 = 11 rakaat). (Berdasarkan HR. Al-Bukhari dari ‘Aisyah)
- Dua rakaat iftitah + dua rakaat + dua rakaat + dua rakaat + dua rakaat + dua rakaat + satu rakaat (2 + 2 + 2 + 2 + 2 + 2 + 1 = 13 rakaat). (Berdasarkan HR. Muslim dari ‘Aisyah).
- Pada shalat witir, hendaknya membaca surat al-A’la setelah al-Fatihah pada rakaat pertama, surat al-Kafirun pada rakaat kedua, dan al-Ikhlas pada rakaat yang ketiga. Setelah salam, sambil duduk membaca:
سُبْحَانَ
الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ (3x)
“Subhanal-malikil-qudduus.”
(3x)
Artinya: “Maha
Suci (Allah), Dzat Yang Maha Kuasa dan Yang Maha Suci.”,
dengan
mengeraskan dan memanjangkan pada bacaan yang ketiga, lalu membaca:
رَبِّ
الْمَلائِكَةِ وَالرُّوحِ
“Rabbil-malaaikati
war-ruuh”.
Artinya: “Yang
Menguasai para malaikat dan ruh.”
(Berdasarkan
HR. al-Baihaqi, juz 3/ no. 4640; Thabrani, juz 8/ no. 8115; Daruqutni, juz 2/
no. 2, dari Ubay bin Ka’ab. Hadis ini dikuatkan oleh ‘Iraqi)
- Membaca do’a.
Di
antara do’a-do’a yang dibaca Rasulullah Saw. adalah:
- Berdasarkan hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Abbas:
اللَّهُمَّ
اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُورًا وَفِي بَصَرِي نُورًا وَفِي سَمْعِي نُورًا وَعَنْ
يَمِينِي نُورًا وَعَنْ يَسَارِي نُورًا وَفَوْقِي نُورًا وَتَحْتِي نُورًا وَأَمَامِي
نُورًا وَخَلْفِي نُورًا وَاجْعَلْ لِي نُورًا.
Artinya: “Ya
Allah, berikanlah di dalam hatiku cahaya, di dalam penglihatanku cahaya, di
dalam pendengaranku cahaya. Dan (berikanlah) cahaya dari sebelah kananku,
cahaya dari sebelah kiriku, cahaya dari atasku, cahaya di bawahku, cahaya di
depanku, cahaya di belakangku, dan berikanlah cahaya pada seluruh tubuhku.”
- Berdasarkan riwayat Muslim dari ‘Aisyah:
اللَّهُمَّ
أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ وَأَعُوذُ
بِكَ مِنْكَ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى
نَفْسِكَ.
Artinya: “Ya
Allah, aku berlindung dengan ridha-Mu dari kemurkaan-Mu, dan dengan
keselamatan-Mu dari siksa-Mu. Aku berlindung kepada-Mu dari (siksa)-Mu. Aku
tidak dapat lagi menghitung pujian yang ditujukan kepada-Mu. Engkau adalah
sebagaimana pujian-Mu terhadap diri-Mu sendiri.”
- Berdasarkan hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Abbas:
اللَّهُمَّ
لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ نُورُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ
قَيِّمُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ رَبُّ السَّمَوَاتِ
وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ أَنْتَ الْحَقُّ وَوَعْدُكَ الْحَقُّ وَقَوْلُكَ
الْحَقُّ وَلِقَاؤُكَ الْحَقُّ وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ
وَالنَّبِيُّونَ حَقٌّ وَالسَّاعَةُ حَقٌّ اللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ وَبِكَ
آمَنْتُ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ وَبِكَ خَاصَمْتُ وَإِلَيْكَ
حَاكَمْتُ فَاغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا
أَعْلَنْتُ أَنْتَ إِلَهِي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ.
Artinya: “Ya
Allah, hanya bagi-Mu segala pujian, Engkau cahaya (penerang) langit dan bumi.
Hanya bagi-Mu segala pujian, Engkau Penegak langit dan bumi. Hanya bagi-Mu
segala pujian, Engkau Yang Mengatur langit dan bumi beserta isinya. Engkau
adalah Dzat yang haq. Janji-Mu adalah benar. Firman-Mu adalah benar. Perjumpaan
dengan-Mu adalah benar. Surga adalah nyata. Neraka adalah nyata. Para nabi
adalah benar. Hari kiamat adalah nyata. Ya Allah, hanya untuk-Mu aku berserah
diri. Hanya kepada-Mu aku beriman. Hanya kepada-Mu aku bertawakal. Hanya
kepada-Mu aku kembali. Hanya atas pertolongan-Mu aku berjuang. Hanya kepada-Mu
aku mohon keadilan. Maka ampunilah dosaku yang telah lalu dan yang akan datang,
yang aku lakukan secara sembunyi-sembunyi dan yang terang-terangan. Engkau
adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan selain Engkau.”
Doa-doa
tersebut bisa dibaca ketika sujud, setelah membaca shalawat pada tasyahud
akhir, atau ketika selesai shalat.
Sedangkan
tata cara shalat dhuha (disebut juga shalat awwabin) adalah sebagai
berikut:
- Dilaksanakan pada saat matahari sudah naik kira-kira sepenggal atau setinggi tonggak (maksudnya bukan pada waktu matahari baru terbit), dan berakhir menjelang masuk waktu zhuhur (Berdasarkan HR. Muslim dari Ummu Hani’). Dalam Jadwal Waktu Shalat, waktu shalat dhuha dimulai sekitar setengah jam setelah matahari terbit (syuruq).
- Shalat dhuha dapat dilaksanakan sebanyak:
- Dua rakaat (berdasarkan HR. Muslim dari Abu Hurairah).
- Empat rakaat (berdasarkan HR. Muslim dari ‘Aisyah).
- Delapan rakaat dengan melakukan salam tiap dua rakaat (berdasarkan HR. Abu Daud dari Ummu Hani’).
- Boleh dikerjakan dengan jumlah rakaat yang kita inginkan. Berdasarkan hadis:
عَنْ
عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يُصَلِّي الضُّحَى أَرْبَعًا وَيَزِيدُ مَا شَاءَ اللَّهُ. [رواه مسلم]
Artinya: “Diriwayatkan
dari ‘Aisyah, ia berkata; Rasulullah saw mengerjakan shalat dhuha empat rakaat
dan adakalanya menambah sesukanya.” (HR. Muslim)
Al-’Iraqi
mengatakan dalam Syarah at-Tirmidzi, “Aku tidak melihat seseorang dari
kalangan sahabat maupun tabi’in yang membatasi jumlahnya pada dua belas rakaat.
Demikian juga pendapat Imam as-Suyuti, dari Ibrahim an-Nakha’i; bahwa seseorang
bertanya kepada Aswad bin Yazid, “Berapa rakaat aku harus shalat dhuha?” Ia
menjawab, “terserah kamu”. (Fiqh as-Sunnah, jilid 1, hal 251, terbitan Dar
al-Fath li al-’Ilam al-Arabi. Hadist-hadist yang menyatakan jumlah
rakaatnya dua belas tidak ada yang lepas dari cacat. (Subul as-Salam,
juz 2, hal. 19, terbitan Dar al-Kutub al-Ilmiyah)
- Sebaiknya tidak dilaksanakan secara terus-menerus setiap hari. Berdasarkan hadis:
عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ شَقِيقٍ قَالَ قُلْتُ لِعَائِشَةَ أَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الضُّحَى قَالَتْ لَا إِلَّا أَنْ يَجِيءَ مِنْ
مَغِيبِهِ. [رواه مسلم]
Artinya: “Diriwayatkan
dari ‘Abdullah bin Syaqiq, ia berkata: Aku bertanya kepada ‘Aisyah, “Apakah
Nabi Saw. selalu melaksanakan shalat dhuha?”, ‘Aisyah menjawab, “Tidak, kecuali
beliau baru tiba dari perjalanannya.” [HR. Muslim]
Syu’bah
meriwayatkan dari Habib bin Syahid dari Ikrimah, ia mengatakan; “Ibnu ‘Abbas
melakukan shalat dhuha sehari dan meninggalkannya sepuluh hari”. Sufyan
meriwayatkan dari Mansur, ia mengatakan; “Para sahabat tidak menyukai
memelihara shalat dhuha seperti shalat wajib. Mereka terkadang shalat dan
terkadang meninggalkannya”. (Zad al-Ma’ad, juz 1, hal 128,
terbitan Dar ar-Royyan li at-Turats)
- Shalat dhuha dapat dikerjakan secara berjamaah. Berdasarkan hadis:
عَنْ
عِتْبَانِ بْنِ مَالِكٍ وَهُوَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مِمَّنْ شَهَدَ بَدْرًا مِنَ اْلأَنْصَارِ أَنَّهُ أَتَى رَسُوْلَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنِّى قَدْ
أَنْكَرْتُ بَصَرِي وَأَنَا أُصَلِّى لِقَوْمِي وَإِذَا كَانَتِ اْلأَمْطَارُ
سَالَ اْلوَادِى بَيْنِي وَبَيْنَهُمْ وَلَمْ أَسْتَطِعْ أَنْ أَتَى مَسْجِدَهُمْ
فَأًُصَلِّي لَهُمْ وَوَدِدْتُ أَنَّكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ تَأْتِي فَتُصَلِّي فِي
مُصَلَّى فَأَتَّخِذُهُ مُصَلًى قَالَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: سَأَفْعَلُ إِنْ شَآءَ اللهُ. قَالَ عِتْبَانُ: فَغَدَا
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيْقُ
حِيْنَ ارْتَفَعَ النَّهَارُ فَاسْتَأْذَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَأَذِنْتُ لَهُ فَلَمْ يَجْلِسْ حَتَّى دَخَلَ الْبِيْتَ ثُمَّ قَالَ:
أَيْنَ تُحِبُّ أَنْتُصَلِّي مِنْ بَيْتِكَ. قَالَ: فَأَشَرْتُ إِلَى نَاحِيَةٍ
مِنَ الْبَيْتِ فَقَامَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَبَّرَ
فَقُمْنَا وَرَاءَهُ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ. [متفق عليه].
Artinya: “Diriwayatkan
dari Itban bin Malik —dia adalah salah seorang shahabat Nabi yang ikut perang
Badar dari kalangan Ansar— bahwa dia mendatangi Rasulullah saw lalu berkata:
Wahai Rasulullah, sungguh aku sekarang tidak percaya kepada mataku (maksudnya,
matanya sudah kabur) dan saya menjadi imam kaumku. Jika musim hujan datang maka
mengalirlah air di lembah (yang memisahkan) antara aku dengan mereka, sehingga
aku tidak bisa mendatangi masjid untuk mengimami mereka, dan aku suka jika
engkau wahai Rasulullah datang ke rumahku lalu shalat di suatu tempat shalat
sehingga bisa kujadikannya sebagai tempat shalatku. Ia meneruskan: Kemudian
Rasulullah saw bersabda: “Akan kulakukan insya Allah”. Itban berkata lagi: Lalu
keesokan harinya Rasulullah saw dan Abu Bakar ash-Shiddiq datang ketika
matahari mulai naik, lalu beliau meminta izin masuk, maka aku izinkan beliau.
Beliau tidak duduk sehingga masuk rumah, lalu beliau bersabda: “Mana tempat
yang kamu sukai aku shalat dari rumahmu? Ia berkata: Maka aku tunjukkan suatu
ruangan rumah”. Kemudian Rasulullah saw berdiri lalu bertakbir, lalu
kami pun berdiri (shalat) di belakang beliau. Beliau shalat dua rakaat kemudian
mcngucapkan salam”. [Muttafaq Alaih].
عَنْ
عِتْبَانَ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى
فِي بَيْتِهِ سُبْحَةَ الضُّحَى فَقَامُوا وَرَاءَهُ فَصَلَّوْا بِصَلَاتِهِ.
[رواه أحمد والدارقطني وابن خزيمة]
Artinya: “Diriwayatkan
dari ‘Itban ibn Malik, bahwasanya Rasulullah saw mengerjakan shalat di rumahnya
pada waktu dhuha, kemudian para sahabat berdiri di belakang beliau lalu
mengerjakan shalat dengan shalat beliau.” [HR. Ahmad, ad-Daruquthni, dan
Ibnu Hibban]
Ada pula
satu hadis riwayat Ahmad, ad-Daruquthni, dan Ibnu Hibban dari A’idz ibn ‘Amr,
yang menceritakan bahwa Nabi Muhammad saw pada suatu kesempatan pernah
melaksanakan shalat dhuha bersama para sahabat beliau.
-wordpress
kuliahsyariah-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar